Thursday, October 9, 2014

Grafik Hati (Melalui Pendaketan Numerik Al Quran)

Masalah “hati” sepertinya tak akan kunjung habis pembahasannya. Beberapa sisi pandangpun telah dikemukakan dengan berbagai asumsi dan dalilnya. Hal ini menunjukkan betapa masalah “hati” menduduki prioritas yang teramat penting untuk dipahami, mengingat hal inilah yang merupakan salah satu motorik kehidupan manusia, mau menuju pada kebaikan kah atau sebaliknya.

Di dalam Al Quran pun penekanan tentang hati berulang kali ditegaskan, baik dalam konteks kehidupan dunia maupun akhirat. Hal ini semakin meyakinkan kita, memang benarlah adanya bahwa masalah “hati” adalah hal yang vital dalam kiprah dan sepak terjang manusia sebagai KhalifahNya di muka bumi ini.

Khusus dalam konteks memperhatikan Al Quran, ada sebuah ayat yang menegaskan tentang hubungan hati dengan kepahaman manusia akan Al Quran, yakni :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci. (Muhammad: 24)

Di ayat lain, Allah pun menegaskan bahwa hati manusia terkait pula dengan perolehan dan pencapaian akan petunjukNya :

Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.” (Qs.2-Al Baqarah 97)

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46).

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah Membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah Mengunci pendengaran dan hatinya serta Meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (45-Al Jaatsiyah 23)

 Adapun dalam hubungannya dengan azab Allah, ternyata juga dikaitkan dengan hati :

Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat. (Qs. 2-Al Baqarah 7)

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah Menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta. (Qs. 2-Al Baqarah 10)

Masih sangat banyak ayat-ayat lain yang menegaskan tentang masalah “hati” dengan berbagai konteksnya. Namun cukuplah kiranya beberapa ayat di atas, dapat meyakinkan kita betapa urgensinya hal ini. Untuk itu, melalui pendekatan numerik Al Quran, akan dipaparkan beberapa hal yang terkait dengan “masalah hati”.

Pertama : Mari kita berangkat pembahasan ini dari awal penjelasan turunnya Al Quran di bulan Ramadhan (Qs. 2-Al Baqarah 185). Mungkin, kisah tentang turunnya Al Quran pada bulan Ramadhan sudah diketahui secara meluas, baik bagi ummat Islam maupun tidak. Artinya, secara kaidah sejarah, hal ini sudah menjadi pengetahuan umum yang secara sederhana dapat dihafal dan diingat. Namun, apakah kiranya Allah yang sudah “memilih” bulan Ramadhan (diantara 11 bulan lainnya) sebagai bulan yang tepat untuk diturunkannya (awal) Al Quran, tidak memiliki maksud dan pesan “khusus” tersendiri ? Untuk pemahaman yang lebih mendalam, ada perlunya kita perhatikan ada apa di balik terpilihnya bulan Ramadhan sebagai waktu yang tepat. Dalam kedudukan nomor urutnya, bulan Ramadhan, adalah bulan ke 9. Sedangkan, surat ke 9 di Al Quran adalah surat At Taubah (Taubat / Pembersihan diri). Sudah mulai terlihat di sini, dalam arti waktu kekinian, ternyata Al Quran, insya Allah, akan “diturunkan” kepahamannya, melalui sebuah niatan awal bagi pembacanya yang benar-benar berniat untuk membersihkan diri, bertaubat kepadaNya, sebagaimana Firman Allah : Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.” (Qs.2-Al Baqarah 97).

Selain itu, apabila di deret hitungkan nilai 9 : 1+2+3+4+5+6+7+9 adalah 45. Dan Qs. Ke 45 adalah Al Jaatsiyah, berserah diri/bertekuk lutut. Sebuah kelumrahan bagi seorang insan yang bertaubat, tentunya akan bertekuk lutut, bersimpuh menyerahkan segala urusannya kepada Allah, sebagai wujud taubat atas segala dosa dan kesalahannya selama ini. Terkait dengan nilai 45, ternyata memiliki kesamaan nilai numerik dengan kata Juz : ﺟﺰﺀ , Jim = 5, Zai = 11 dan Hamzah 29, sehingga total seluruhnya, 5 + 11 + 29 = 45. Bukankah pada bulan Ramadhan (selain puasa), dikaitkan pula dengan bertadarus Al Quran ? Dengan asumsi kesetaraan nilai 30 juz di Al Quran dan jumlah hari (bulan Ramadhan), jelas sekali sebuah konektifitas antara konsep Juz dan bulan Ramadhan. Artinya, di dalam ritual bertadarus Al Quran dengan konsep juz, berhubungan erat dengan nilai-nilai pembersihan diri dan taubat.

Kedua : Sebuah niat untuk membersihkan diri dan bertaubat, tentu berangkat dari kesadaran hati yang mendalam. Sehubungan dengan inilah, maka nilai 9, dalam konteks anatomi manusia adalah titik anatomi : Hati / Hati Nurani. (khusus tentang pemetaan titik-titik anatomi manusia akan dijelaskan dalam materi tersendiri, dalam materi parameter Struktur ‘Ain).

Ketiga : Dengan uraian di atas, Insya Allah bertambahlah kepamahan kita, bahwa prosesi pembacaan Al Quran, ternyata berkaitan dengan sebuah kesucian niat untuk membersihkan diri dan bertaubat. Dengan begitu, Insya Allah, Dia akan ridha menurunkan hidayah kepahaman, memperbaiki pola fikir dan hati nurani kita, dalam rangka meraih hidayah pencerahan intelektualitas yang dilandasi dengan spiritual qurani yang kokoh. Demi menjadi insan yang selalu dekat denganNya.

Keempat : Bila diperhatikan Pintu Ka’bah, bentuk grendel pembuka pintunya berbentuk 2 buah gambar hati. Selain itu simbol tersebut juga berbentuk tulisan dua buah angka lima (5 dan 5) dalam tulisan Arab. Bila dikaitkan sebuah simbol pintu dengan gambar hati dan angka 55, akan diperoleh sebuah pesan penting tentang Rahman Allah atas Ilmu Al Quran, yaitu dalam rangka meraih Ar Rahman ((Maha Pengasih)-Surat ke 55 adalah Ar Rahman), perlu di awali dari pintu kesadaran yang bertolak dari kesucian niat di hati. Sehingga misteri ilmu Al Quran (karena Ka’bah adalah merupakan simbol dari Al Quran), Insya Allah, akan diperkenankan turun kepahamannya kepada hamba-hambaNya yang istiqamah membaca dan mempelajari dengan kesucian hatinya.
Gambar pintu Ka’bah :

pintu kabah (kecil)

Kelima : Dalam konteks nilai 9 (hati nurani) dan 45 (nilai numerik juz), di bawah ini akan disampaikan lebih jauh tentang penjabaran nomor-nomor surat dan ayat yang terkandung pada masing-masing juz (30 juz), dimana dengan nilai-nilai yang terkandung dari nomor surat dan ayatnya, dapat menjadi rujukan dalam pembentukan 30 macam bentuk Grafik Hati.

Namun sebelumnya, perlu dibahas terlebih dahulu ayat yang mendukung terbentuknya sistem grafik ini yaitu :
Ayat Pertama :

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki­-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,: “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, surga yang mengalir di bawahnya sungai­sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak” (Qs. 57-Al Hadiid 12).

Penjelasan :
Kata laki¬laki sebagaimana bunyi ayat di atas bila dilihat dari kacamata biologi, dapat disimbolkan dengan notasi ”x”, dan perempuan disimbolkan dengan notasi ”y”. Selanjutnya bila kedua notasi tersebut dikonversikan ke dalam grafik matematika maka notasi x (laki¬laki) adalah sebagai sumbu x dan notasi y (perempuan) sebagai sumbu Y. Sedangkan kata “cahaya mereka bersinar” dapat dimaknai sebagai titik koordinat dari kedua sumbu tersebut.
Adapun untuk mendapatkan nilai dari dua sumbu (X dan Y) tersebut akan diperoleh dari unsur-unsur numerik yang terdapat di Al Qur’an, seperti nomor surat, nomor ayat, nomor ‘ain, dll.
Unsur¬unsur tersebut bila dikelompokkan, atas dasar kategori tertentu yaitu Juz, Surat, ‘Ain atau pengelompokan data numerik Al Qur’an lainnya, maka pada akhirnya akan membentuk visualisasi grafik yang memperjelas arti dan maksud serta tujuan dari data / pengelompokan tersebut.

Ayat Kedua :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Qs. 41-Hamin As Sajdah 53).

Penjelasan :
Ayat pada QS 41;53 menjelaskan bahwa keberadaan ayat¬ayat Allah mencakup tiga hal yaitu : Alam (ufuk), Diri sendiri (manusia) dan Al Qur’an. Dalam metode pembetukan grafik, pada akhirnya akan membentuk sebuah visualisasi ayat-ayat alam (kauniyah). Dengan begitu, insya Allah dengan visualisasi tersebut, akan lebih memudahkan kita dalam memahami pesan-pesan tersembunyi di Al Qur’an. Artinya, dengan memperhatikan nilai-nilai numerik pada ayat¬ayat kauliah (Al Qur’an) kemudian dikoneksikan dengan ayat¬ayat Allah di alam dan di diri manusia (ayat kauniah), melalui visualisi grafiknya, akan semakin membuktikan tentang hubungan yang erat dan interaktif antara Alam, Manusia dan Al Quran dan semakin jelaslah bahwa Al Qur’an itu adalah benar.

Ada sebuah rumus bantuan untuk dijadikan sebuah rujukan, yaitu dari ayat : Qs. 93-Adhuha 4, “dan sungguh, yang kemudian (akhir) itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan”. Dari ayat ini, bila dihubungkan dengan metode ilmiah matematika, ternyata berhubungan dengan sebuah metode pengurutan, dari urutan akhir ke urutan awal (Descending) dan sebaliknya urutan awal ke urutan akhir Ascending. Dengan acuan rumus inilah, kemudian kelompok data numerik pada setiap juz diurutkan dengan dua metode (Ascending dan Descending) atau sebuah sistem pencerminan. Setelah itu, dengan bantuan software Ms-Excel, nilai-nilai numerik yang diperoleh, dikonversikan kedalam bentuk grafik Radar, yang pada akhirnya akan menjadi sebuah bentukan Gambar Hati.

Berikut ini adalah bentukan visuaslisasi grafik Al Quran (dari nilai-nilai numerik 30 juz) yang membentuk gambar hati.


Keenam : Perlu kiranya dalam hal ini, ditambahkan pula beberapa hadist yang berhubungan dengan betapa pentingnya masalah “hati” :

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati/qolbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

“Sungguh, hati anak Adam itu sangat (mudah) berbolak-balik dari-pada bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan mendidih.” (HR. Ahmad).

“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, akan tetapi Allah hanya melihat kepada Qolbu/hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)

“Wahai hamba-hamba-KU, seandainya seluruh makhluk diantara kalian dari awal sampai akhir, memiliki sebaik – baik qolbu/hati manusia (qolbu/hatinya Nabi SAW), maka hal itu tidak menambah kekuasaan-KU sedikitpun. Wahai hamba-hamba-KU, seandainya seluruh makhluk diantara kalian dari awal sampai akhir, memiliki seburuk – buruk qolbu/hati (qolbu/hatinya Iblis), maka hal itu tidak mengurangi kekuasaan-KU sedikitpun.” Hadits qudsi, dari Abu Dzar Al Ghifari R

“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba, sebelum istiqomah qolbu/hatinya.” (HR. Ahmad)
“Tidaklah dinamakan qolbu/hati karena ia (selalu) ‘Taqollub’ (berbolak – balik/ berubah – ubah). Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin.” (HR. Ahmad)

“Fitnah tersodorkan ke dalam qolbu seperti ternodanya tikar sehelai demi sehelai. Qolbu mana saja yang menyerap fitnah itu, maka qolbu itu akan ternoda dengan noda hitam, tapi Qolbu mana saja yang mengingkari fitnah itu, maka qolbu itu akan tetap dalam keadaan putih sampai qolbu itu akan kembali ke 2 macam hati.”

Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,
 “Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).

Menangkap Pesan Rukun Haji Melalui Pendekatan Numerik Al Quran


Masih dalam suasana ‘Idul Adha yang indah, disegala pelosok tempat, ummat Islam menjalankan ibadah yang terkait di dalamnya dengan khusyu’ dan khidmat, semoga seluruh amal ibadah terkait ‘Idul Qurban ini diterima di sisi Allah swt.

Kali ini, uraian numerik Al Quran akan menyampaikan lebih jauh lagi tentang konektifitas Rukun Haji dengan nilai-nilai numerik di Al Quran, dalam rangka menangkap pesan-pesan tersirat dibalik ritual haji.

QS. 22-AL HAJJ (78 AYAT) YANG MEMBENTUK GERAK RITUAL THAWAF
Di Al Quran, judul surat yang mengabadikan tentang prosesi ritual ibadah haji, adalah Qs. 22-Al Hajj, dengan jumlah ayat 78. Dengan sebuah metode substitusi jumlah ayat menjadi nomor surat, maka akan terlihat sbb :
  • Nilai jumlah ayat dari Qs. 22-Al Hajj (78 ayat) bila disubsitusikan menjadi nomor surat, yaitu Qs. 78-An Naba (40 ayat).
  • Lalu, nilai jumlah ayat dari Qs. 78-An Naba (40 ayat) kembali disubsitusikan menjadi nomor surat, yaitu Qs. 40-Al Mu’min (85 ayat).
  • Begitu pula selanjutnya, jumlah ayat dari Qs. 40-Al Mu’min (85 ayat), disubsitusikan lagi menjadi nomor surat, yaitu Qs. 85 Al Buruuj (22 ayat).
  • Pada tahapan ke 4, jumlah ayat dari Qs. 85 Al Buruuj (22 ayat), bila disubsitusikan menjadi nomor surat, maka akan kembali kepada titik awal lagi, yaitu Qs. 22-Al Hajj (78 ayat).
  • Penjabaran di atas akan terus berulang, membentuk sebuah siklus (putaran).
  • Apabila ke 4 surat tersebut dijabarkan lebih lanjut, maka bentuk putarannya akan menjadi arah gerak, layaknya ritual Thawaf pada rukun Hajji (ritual mengelilingi Ka’bah).
  • Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan dalam bentuk skema berikut ini :
Thawaf.

KA’BAH SEBAGAI TITIK PUSAT RITUAL THAWAF
Nilai numerik pada lafadz Ka’bah adalah :
Lafadz Ka'bah
Bila disubsitusikan nilai 74 menjadi nomor surat adalah Qs. 74-Al Mudatsir dengan jumlah 56 ayat.
  • Kedua variabel (74 dan 56), bila masing-masing nilainya dijumlahkan adalah : 7 + 4 + 5 + 6 = 22.
  • Seperti telah disampaikan di atas, surat ke 22, adalah Al Hajj. Dari penjabaran ini, terlihat jelas hubungan antara Ka’bah dan Rukun Haji.
  • Dan ternyata nilai numerik dari Ka’bah (74) pun terkait pula dengan ritual Thawaf, yaitu 7 kali mengelilingi 4 sisi Ka’bah. Sedangkan bila nilai 5 dan 6 nya dikonversikan menjadi abjad hijaiyah adalah : 5 : ﺝ dan 6 adalah : ﺡ
  • Ke 2 abjad ini bila digabungkan maka akan membentuk kata : Hajj : ﺣﺞ , tentunya hal ini bukannya sebuah kebetulan bukan ?
  • Nilai 5 dan 6 pun ternyata terkait pula dengan jumlah pada Rukun Iman (6) dan Rukun Islam (5). Sejatinya, prosesi ritual Haji, akan terkait dengan sebuah kelengkapan dari implementasi atas Rukun Iman dan Rukun Islam secara menyeluruh.

Qs. 22-AL HAJJ (78 AYAT) YANG MEMBENTUK GERAK RITUAL SYA’I

Selain rukun Thawaf, kita kenal pula rukun Sya’i, yaitu berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa. Bagaimanakah sistematika keterkaitan numerik Al Quran nya ?. Berikut ini penjelasannya :

Sya'i

Penjelasan :
  • Tahap awalnya masih tetap berangkat dari Qs. 22-Al Hajj, dan masih terkait dengan rumusan pada ritual Thawaf sebelumnya, dimana masing-masing jumlah ayatnya disubstitusikan menjadi nomor surat.
  • Pada kolom Rumus di atas, menjabarkan tentang penjumlahan dari masing-masing nilai pada nomor surat dan jumlah ayat.
  • Sehingga hasilnya terlihat pada Nilai (A) dan Nilai (B). Pada kedua kolom nilai A dan B, masing-masing berjumlah 36.
  • Bila disubsitusikan nilai 36 menjadi nomor surat adalah Qs. 36-Yaa Siin (83 ayat). Sedangkan bila kembali disubsitusikan nilai 83, menjadi nomor surat adalah Qs. 83-Al Muthafifiin (36 ayat). Ternyata ke dua surat ini mempunyai sistematika hubungan bulak balik : 36 > 83 dan 83 > 36, layaknya ritual Sya’i. Di dalam Al Quran, hanya 2 surat ini (Qs.83 dan Qs. 36) yang mempunyai sistematika seperti ini.

PELAKSANAAN WAKTU HAJI
Telah dijelaskan di atas, bahwa lafadz Hajj yang terdiri dari 2 huruf : Ha (6) dan Jim (5). Bila dijumlahkan ke 2 nilai ini (5 dan 6), akan menghasilkan nilai 11. Mari kita perhatikan sistematika surat ke 11 : Huud 123 Ayat.
  • Surat ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu 5 ayat pada juz 11, dan 118 ayat pada juz 12. Mengambarkan apakah sistematika ini ?
  • Nilai 5 ayat (dari Qs. 11-Huud di juz 11), menggambarkan bahwa rukun haji adalah merupakan sebuah kelengkapan dari lima rukun Islam, karena memang pada kenyataannya rukun ini berada pada rukun terakhir (kelengkapan) dari rukun Islam, yaitu rukun ke 5. Dan nilai 11 + 11 pun menghasilkan nilai 22 (Al Hajj).
  • Sedangkan nilai 118 ayat (dari Qs. 11-Huud di juz 12), bila ke 3 nilainya dijumlahkan adalah 1 + 1 + 8 = 10.
  • Memiliki keterkaitan apakah nilai 10 dan 12 di sini ? Sederhana saja, 10 adalah merupakah puncak tanggal pelaksanaan haji. Sedangkan 12, menunjukkan tentang bulan pelaksanaanya yaitu bulan ke 12 (Dzulhijjah), atau lengkapnya : 10 DzulHijjah. Dan uniknya, bila ke 2 nilai ini dijumlahkan (10 dan 12), kembali menghasilkan nilai 22 (Al Hajj).
  • Pada penjabaran nilai 118 ayat (dari Qs. 11-Huud di juz 12), ternyata memiliki kesetaraan nilai dengan jumlah ayat dari Qs. 23-Al Mu’minuun/orang yang beriman (118 ayat) atau satu surat setelah Qs. 22. Disinilah sebuah gambaran bahwa, sejatinya, seseorang yang telah berhaji harusnya mampu mewujudkan nilai-nilai luhur dari seluruh kandungan di rukun Islam (khususnya rukun haji sebagai kelengkapan) dalam kehidupannya sehari-hari, menjadi insan yang beriman, yang terbaik, yang bermanfaat bagi orang banyak.
Qs. 22-AL HAJJ DAN RITUAL QURBAN
  • Penjabaran lebih lanjut dari nilai haji yaitu : abjad Ha (6) dan Jim (5), bila dikembalikan kepada sistematika nomor surat adalah : Qs. 5-Al Maaidah (Hidangan) dan Qs. 6. Al An’aam (Binatang Ternak).
  • Bukankah dengan sederhana kedua surat di atas dapat dihubungkan dengan ritual Qurban ? yaitu menghidangkan binatang ternak (berasal dari Qs. 5-Al Maaidah/Hidangan dan Qs. 6-Al An’aam/Binatang Ternak).
Subhanallah, betapa numerik Al Quran ternyata merupakan bagian dari Al Quran yang mampu menjelaskan tentang keimanan dan keislaman secara sederhana dan terperinci. Sudah sepatutnya mendapatkan perhatian yang layak bagi para pecinta ilmu Al Quran, dalam rangka meningkatkan keyakinannya pada Al Quran, meningkatkan kualitas ilmu dalam ibadahnya, dan demi mewujudkan impian setiap muslim, untuk menjadi hamba-hamba yang selalu dekat dengan Allah swt.
Demikianlah, sekilas uraian singkat tentang keterkaitan nilai-nilai numerik Al Quran dan ritual haji, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiiin ya Rabb.

Pembuktian 17 Rakaat Shalat (Melalu Pendekatan Numerik Al Quran) – 3

Pada uraian sebelumnya, telah dijelaskan 2 tulisan tentang pembuktian jumlah 17 rakaat dalam shalat fardhu (jilid 1 dan jilid 2). Kali ini, uraian dilanjutkan, dengan melihat keterkaitan sistematika numeriknya dengan lafadz Basmalah.
Sebelumnya perlu diperhatikan tentang posisi ayat dari bermulanya basmalah yaitu Qs. 27 An Naml ayat 30. Terlihat dalam visualisasi di bawah ini:

302

Perhatikan nilai 17 pada ‘ain juz 19, ternyata kandungan dari ‘ain nya pun adalah 17 ayat. Jelas nilai ini berhubungan dengan jumlah bilangan raka’at shalat.
Dibawah ini akan disajikan pemilahan abjad-abjad yang terkandung dalam lafadz basmalah, dengan sistem perbedaan dan persamaan abjadnya. Tahap pemilahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Lafadz Basmalah :
235-1
  • Lafadz kata pertama, yaitu BISMI terdiri dari 3 abjad yang BERBEDA, yakni :
bismi-3
  • Lafadz ALLAH, tidak akan di uraikan abjad per abjad, karena memang sudah ketentuannya bahwa “ALLAH” tidak dapat di uraikan (ALLAH tidak dapat dan tidak boleh dihitung). Karena apapun yang didapat dari hasil perhitungan tentang lafadz ALLAH, tetap saja tidak akan menggambarkan/menjelaskan sedikitpun tentang ALLAH yang MAHA TAK TERBATAS dan TAK TERSENTUH OLEH ALAM FIKIR MANUSIA. Sehingga pada lafadz ALLAh, cukuplah dihitung TIANG dari lafadz abjad ALLAH yang berdiri TEGAK saja. Sesuai dengan pembahasan tentang shalat, bukankah sangat sesuai dengan sebuah hadist yaitu : “Shalat adalah merupakan TIANG agama”. Sehingga pada lafadz ALLAH akan terlihat 4 tiang yang tegak :
tiang Allah -4
  • Lafadz kata dari 2 Asma ul Husna, AR RAHMAN dan AR RAHIM, terdiri dari 2 Abjad yang BERBEDA, yaitu :
nun-ya-2
  • Selanjutnya ada 8 abjad yang tersisa, ke 8 abjad ini memiliki persamaan abjad masing-masing terdiri dari 4 abjad :
aliflam-ra-ha-mim-44

Dengan metode 4 uraian di atas, yaitu dengan pemilahan sistem perbedaan dan persamaan abjad pada lafadz basmalah, menghasilkan 5 nilai bilangan, yang secara urut akan tersusun menjadi sebagai berikut : 3, 4, 2, 4, 4. Menjelaskan bilangan apakah ke 5 nilai tersebut? Ternyata bilangan tersebut adalah merupakan bilangan jumlah rakaat shalat dalam 5 waktu. Yaitu :
  • 3 :     bilangan rakaat shalat Maghrib
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Isya
  • 2 :     bilangan rakaat shalat Shubuh
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Dhuhur
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Ashar
Dengan memperhatikan keutamaan lafadz ALLAH, maka nilai 4 (tiang abjad yang tegak) pada lafadz ALLAH diletakan pada urutan pertama, sehingga bentuk formasi ke 5 nilai di atas menjadi :
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Isya
  • 2 :     bilangan rakaat shalat Shubuh
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Dhuhur
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Ashar
  • 3 :     bilangan rakaat shalat Maghrib
Dengan reposisi nilai seperti formasi di atas, adalah sangat sesuai dengan waktu putaran shalat yang di mulai dari waktu Isya, Subuh, Dhuhur, Ashar dan Magrib. Dengan demikian, jelaslah tentang keterkaitan basmalah dengan nilai 17 rakaat shalat. Ada sebuah makna yang sangat penting dalam penjabaran konektifitas antara basmalah dan shalat disini, yaitu :
  • Bukti nyata seseorang menegakkan kalimat basmalah adalah dengan menegakkan shalat.
  • Selanjutnya, bukti nyata sesorang yang telah menegakkan shalat adalah harus mampu menegakkan kalimat basmalah dalam keseharian nya, dari detik ke detik, menit kemenit, di setiap waktu, langkah, hati dan fikirannya adalah hanya karena dan untuk Allah.
  • Inilah yang dimaksud bahwa pada yaumil hisab di akhirat kelak, apabila sesorang telah dinyatakan baik shalatnya, maka tentu akan baik pulalah seluruh amalan lainnya, sehingga amalan lainnya tak perlu dipertanyakan lagi.
Dengan melihat konektifitas yang jelas antara basmalah dan shalat, tentulah pada masa hisab tersebut, yang dipertanyakan dan dinilai adalah ritual shalat berikut dengan segala implementasinya, yaitu :
  • Apakah shalat yang dilaksanakannya sudah benar-benar memiliki muatan nilai basmalah atau tidak ?
  • Bila ya, apakah nilai-nilai basmalah tersebut sudah direalisasikan dalam sikap dan perilaku serta diimplementasikan (dalam segala hal)?
  • Apabila keduanya sudah terpenuhi, maka hal apalagi kah yang perlu dipertanyakan dan diperhitungkan ? Karena seluruh iman, ilmu dan amalnya sudah sarat dengan nilai-nilai basmalah !
Demikian uraian singkat tentang keterkaitan sistematika numerik Al Quran pada lafadz Basmalah dan 17 rakaat shalat fardhu. Semoga bermanfaat dan menambah keyakinan kita akan ritual yang teramat penting tersebut.

www.belajarnumerikalquran.wordpress.com

Wednesday, October 8, 2014

Grafik Lafadz Allah (Melalu Pendekatan Numerik Al Quran)

Mungkin sementara pembaca sudah melihat Grafik Lafadz Allah yang menjadi foto profil Numerik Al Quran. Perlu diketahui, sebenarnya pembentukan grafik tersebut bersumber dari sistematika penempatan lafadz Basmalah pada Al Quran Mushaf Ustmani Format 18 Baris, yang di jabarkan dalam bentuk grafik sederhana, yaitu grafik batang (bar chart).

Untuk penjelasan sistematika pembentukan grafik tersebut, akan kami sampaikan penjabarannya sebagai berikut :

Landasan Sistematika Posisi Basmalah

Sebagai titik tolak, pertama diambil 2 buah surat di Al Quran format 18 baris yang memiliki kriteria : 1 surat terletak dalam 1 halaman saja. Berarti dalam 1 halaman tersebut hanya terdapat 1 basmalah dan 1 surat saja (suratnya tidak terpecah atau terbagi ke halaman lainnya).

Ke 2 surat tersebut adalah :

1 Al Fatihah yang terletak pada halaman ke 2 Al Quran dan 89 Al Fajr yang terletak pada halaman ke 475.

Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Al Fatihah & Al Fajr

Selanjutnya diantara ke 2 surat tersebut, yaitu dari halaman ke 3 sampai dengan halam 474 (ada 87 surat) akan dipilah perkelompok sesuai posisi basmalah pada masing-masing surat. Sitematika pemilahannya adalah :

Dengan mengelompokkan surat yang di awali dengan basmalah (termasuk judul suratnya) pada baris pertama dan ditutup sampai ditemukannya akhir surat dimana ayat terakhirnya terletak pada baris ke 18. Sehingga surat selanjutnya akan kembali di awali oleh basmalah dan judul surat dengan posisi pada baris pertama.

Kelompok pertama

Pada bagian ini hanya terdiri dari 1 surat yaitu Qs. Al Faatihah karena surat ini diawali oleh basmalah dan judul surat yang hanya terdapat pada 1 halaman saja.

Kelompok Ke 2

Pengelompokkan surat dimulai dari Qs. 2 Al Baqarah yang diawali basmalah dan judul suratnya pada baris pertama.
Ketika Qs. 2 Al Baqarah bertemu dengan Qs. 3 Ali ‘Imran, Basmalah dan judulnya Qs. 3 Ali ‘Imran tidak berada pada baris pertama, sehingga masih diteruskan kepada Qs. 4 An Nisaa’ yang juga tidak di awali oleh basmalah dan judul suratnya diawal baris halaman. Selanjutnya begitu pula dengan Qs. 5 Al Maidah pun tidak diawali basmalah dan judul surat di baris pertamanya. Namun pada akhir surat ini yang jatuh pada ayat ke 120, tepat berada pada baris ke 18 (baris terakhir).
Berarti dalam pengelompokan tahap pertama ini selesai sampai dengan Qs. 5 Al Maidah. Sehingga pada kelompok ini terdapat 4 buah surat yaitu Qs. 2 Albaqarah. s.d. Qs. 5 Al Maidah.

Kelompok ke 3

Pengelompokkan ke 3 dimulai dari Qs. 6 Al ‘An’aam.
Ketika bertemu Qs. 7 Al A’raaf, basmalah dan judul suratnya tidak berada pada posisi baris pertama.
Akhir dari Qs. 7 Al A’raaf yaitu ayat ke 206, tepat berada pada baris ke 18 (baris terakhir). Berarti pengelompokan tahap pertama ini selesai sampai dengan Qs. 7 Al A’raaf.
Dan pada kelompok ini terdapat 2 buah surat yaitu Qs. 6 Al An’aam dan Qs. 7 Al A’raaf.

Kelompok ke 4

Pengelompokkan ke 4 dimulai dari Qs. 8 Al ‘An Faal.
Ketika bertemu Qs. 9 At Taubah yang tidak diawali oleh basmalah, namun judul suratnya pun tidak berada pada posisi baris pertama.
Dilanjut terus ke surat-surat selanjutnya yaitu Qs. 10 Yuunus, Qs. 11 Huud, Qs. 12 Yuusuf, Qs. 13 Ar Ra’du, Qs. 14 Ibrahim, Qs. 15 Al Hijr dan Qs. 16 An Nahl, seluruhnya tidak diawali dengan basmalah dan judul surat diawal baris pertamanya.
Namun nada Qs. 16 An Nahl ayat terakhir (128), berakhir pada baris ke 18 (baris terakhir), artinya pengelompokkan ke 4 ini ditutup sampai dengan Qs. 16 An Nahl. Sehingga pada kelompok ini terdapat 9 buah surat yaitu dari Qs. 8 Al Anfaal. s.d Qs. 16 An Nahl.

Demikian seterusnya, dengan menggunakan metode yang sama dikelompokkan surat-surat yang ada, sampai dengan Qs. 89 Al Fajr, karena surat ini memiliki kriteria yang sama dengan Qs. 1 Al faatihah. Untuk memudahkan pemahaman atas pengelompokan surat ini sebaiknya sambil dicocokkan dengan Al Quran format 18 baris, dan dipermudah dengan tampilan dari skema di bawah ini :
http://www.belajarnumerikalquran.wordpress.com

Penggabungan ke 18 kelompok menjadi Grafik Lafadz Allah

Berdasarkan 18 pengelompokkan di atas, kini saatnya kelompok tersebut digabungkan dalam sebuah bentuk grafik, yang tergambarkan pada skema di bawah ini :
Penjelasan : Perhatikanlah dengan seksama, grafik di atas jelas memperlihatkan bentuk lafadz Allah.

Tentang 25 Surat Nabi yang Wajib di Imani (dari Grafik Lafadz Allah)

Setelah penjabaran tentang lafadz Allah di atas, berarti untuk mencapai 114 surat, setelah Qs. 89 Al Fajr, masih ada 25 surat lagi. Ada makna apakah dibalik nilai 25 ini? Setelah dijabarkan tentang lafadz Allah, sangatlah layak bahwa setelah itu, akan berhubungan dengan hamba-hamba Allah yang dikasihiNya, yaitu para nabi/rasul yang berjumlah 25. Dimulai dari Adam as. s.d. Rasulullah Muhammad saw.

Dalam perhitungannya dimulai dari Qs. 114 An Naas sebagai perwakilan dari surat nabi Adam, hingga surat ke 90 mewakili nabi Muhammad saw.

Sebagai bukti nilai 90 berkorelasi dengan nabi Muhammad saw, dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • 90 Al Balad, berjumlah 20 ayat dan berada pada ‘ain ke 15 di juz 30.
  • Nilai 20 dikonversikan menjadi Qs. 20 Tha Ha dan nilai 15 pun dikonversikan menjadi Qs. 15 Al Hijr
  • Selanjutnya masing-masing lafadz kedua surat tersebut dijabarkan nilai-nilai abjadnya menjadi seperti penjabaran di bawah ini :
http://www.belajarnumerikalquran.wordpress.com

Penjelasan :

Cukup jelas penjabaran dalam skema di atas menunjukkan sebuah korelasi yang kuat antara Qs. 90 Al Balad dan Muhammad saw. Dalam kajian keilmuan lebih lanjut, konsep 25 surat dari Qs. 114 An Naas sampai dengan Qs. 90 Al Balad ini akan dikenal dengan sistem 25 surat Nabi ‘Ama (karena pengambilan keseluruhan surat berasal dari juz 30 (juz ‘Ama).

Dari penjabaran ini, berarti Qs. 90 bersebelahan dengan Qs. 89, atau dengan kata lain, yang paling dekat posisinya dengan lafadz Allah (dari Qs. 1 s.d. Qs. 89), ini adalah sebuah penggambaran tentang kedudukan Rasulullah dimata Allah, yang sangat mulia, sangat dekat denganNya.

Subhanallah…. betapa sistematisnya keteraturan Al Quran, ternyata dengan posisi dan penempatan basmalahnya mempunyai makna yang sangat dalam sekali. Seandainya saja penempatan basmalah tidak seperti posisi ini tentu akan berubah pula penjabarannya dan bergeser pula maknanya.
Ternyata dengan penempatan basmalah membuat struktur Al Quran menjadi demikian luar biasa. Mampu menggambarkan tentang keberadaan Allah beserta para rasulnya, termasuk mampu membentuk struktur yang terpilah menjadi 30 juz. Karena seandainya lafadz basmalah tidak pernah ada, tentu batasan surat menjadi tidak jelas, dan secara otomatis struktur 30 juz pun takkan pernah terbentuk pula.

Demikianlah sekilas uraian tentang pembentuk Grafik Lafadz Allah, sehingga bila digabungkan, dari Qs. 1 s.d. Qs. 89, yang membentuk lafadz Allah dan 25 Surat Nabi ‘Ama, bentuk grafik menjadi :

http://belajarnumerikalquran.wordpress.com/

Penjelasan :

Dengan pengabungan grafik di atas, semakin jelaslah, bahwa memang benarlah adanya, bahwa memperlajari ilmu Al Quran adalah merupakan sebuah refleksi dari rukun Islam yang pertama, yaitu bersyahadat (Syahadatain) – Lihat tulisan sebelumnya tentang Mukjizat Syahadat seri 1 dan seri 2.

Tentang mempelajari ilmu Al Quran adalah sebagai perwujudan dari Syahadatain, dapat dijelaskan lebih lanjut, sbb :
  • Pertama : 25 surat nabi ‘ama adalah perwakilan dari seluruh risalah Allah yang disampaikan para rasulNya, dan telah disempurnakan pada Rasul ke 25 (Muhammad saw). Bukankah surat ke 25 (Al Furqaan) merupakan sebuah bukti bahwa Rasul yang ke 25 adalah sebagai pembawa Al Quran ? Karena Al Furqan adalah nama atau sebutan lain dari Al Quran. Dengan demikian konsep 25 surat ini adalah perwakilan dari Syahadat Rasul (syahadat yang kedua).
  • Kedua : sedangkan penjabaran dari Qs. 1 s.d. Qs. 89 (pembentukan grafik Lafadz Allah), adalah jelas sebagai perwakilan dari Syahadat Tauhid (syahadat yang pertama). Sehingga semakin jelaslah, bahwa gabungan dari ke dua syahadat tersebut menjadi syahadatain sudah tercakup dan terangkum keduanya dalam Al Quran, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
  • Ketiga : Sebuah judul surat yang berhubungan dengan para nabi, yaitu Qs. 21-Al Anbiyaa’ (Para Nabi), sedangkan jumlah nabi/rasul yang wajib di Imani ada 25. Mari kita konversikan ke 2 nilai tersebut (21 dan 25), menjadi Qs. 21-Al Anbiyaa’ ayat 25 : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”. 
  • Dari ayat tersebut di atas, menjelaskan tentang sebuah “benang merah” dari seluruh risalah para rasul [dari (1) Adam a.s. sampai dengan (25) Muhammad saw], adalah tentang konsep ketauhidan, sebuah muara dari segala pemahaman Ilmu Allah. Dan pada rasul ke 25 (Muhammad saw), risalah tersebut dilengkapi dengan sebuah awal ritual yang teramat sangat vital, yaitu Syahadat-tain (sebagaimana telah diterangkan di atas, adalah sebuah pesan untuk mengawali seluruh kiprah ke Imanan dan Islaman kita dengan memperlajari ilmu Al Quran).
Demikianlah, sekilah ulasan tentang terbentuknya grafik Allah. Ternyata bukan sekedar grafik biasa, tetapi mengandung pesan yang sangat mendalam, untuk dipahami dan disikapi. Karena sesungguhnya, dibalik nilai-nilai numerik Al Quran pada grafik tersebut, masih banyak pesan penting yang dapat diungkapkan. Namun, untuk kali ini, cukuplah penjelasannya sampai di sini saja. Semoga dengan penjelasan ini, masing-masing dari kita mulai memperbaiki kualitas syahadatnya, dengan terus mempelajari, memahami dan mengamalkan Al Quran.

http://www.belajarnumerikalquran.blogspot.com
http://www.belajarnumerikalquran.wordpress.com

Friday, September 12, 2014

Pembuktian 17 Rakaat Shalat (Melalui Pendekatan Numerik Al Quran) – 2



Masih membahas tentang tulisan sebelumnya (Pembuktian 17 rakaat shalat). Kali ini, mari kita coba hubungkan dengan sistematika 114 sura di Al Quran. Sebagai tahap awal, yang diperhatikan cukup 1 surat awal dan 1 surat akhir, dan 112 surat di antara surat 1 dan 114. Sistematika numeriknya dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Surat ke 1 dari awal dalam Al Quran adalah 1 Al Faatihah dengan jumlah 7 ayat.
  • Surat ke 1 dari akhir dalam Al Quran adalah 114 An Naas dengan jumlah 6 ayat.
  • Diantara surat ke 1 sampai dengan surat ke 114, terdapat 112 surat.
  • Nilai 112 disubsitusikan menjadi nomor surat, yaitu surat ke 112 atau Al Ikhlaash dengan jumlah 4 ayat.
  • Sehingga terbentuk sistematika sbb :
         Qs. 1 (Al Faatihah) 7 ayat – Qs. 112 (Al Ikhlaash) : 4 ayat – Qs. 114 (An Naas) 6 ayat.
  • Memperhatikan Qs. 112 (Al Ikhlaash) dengan makna redaksi verbalnya, yaitu menjelaskan tentang konsep untuk memurnikan keEsaan Allah swt (ketauhidan).
  • Berarti dari awal Al Quran (Qs. 1) sampai dengan akhirnya (Qs. 114), cukup jelas menggambarkan bahwa Al Quran dengan segala hikmah ilmu yang terkandung di dalamnya, akan menghantarkan manusia yang istiqamah berpegang teguh padanya, kepada satu muara, yaitu memurnikan keEsaan Allah (ketauhidan).
  • Nilai 112 juga merupakan jumlah ayat dari Qs. 21 (Al Anbiyaa’/Para Nabi). Hal ini semakin menegaskan bahwa ternyata benang merah dari ajaran dan risalah para rasul adalah tentang ketauhidan, sebagaimana yang ditegaskan pada 21 Al Anbiyaa’ ayat ke 25 : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”.
  • Perhatikan korelasi dari nilai 21 dan 25, pada ayat di atas. Qs. 21 adalah Anbiyaa’ : Para Nabi, sedangkan nilai 25 nya adalah merupakan jumlah para nabi yang wajib diimani. Artinya pada ayat ini jelas menegaskan bahwa : pengutusan seluruh rasul kemuka bumi ini, tidak lain adalah untuk menyampaikan dan meyakinkan seluruh ummat manusia bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan oleh karena itu maka sembalah Dia.
  • Dengan landasan ketauhidan inilah, maka selanjutnya nilai 4 (jumlah ayat dari Qs. 112) akan dijadikan sebuah parameter sistematika selanjutnya.
  • Konsep tauhid, adalah hanya ditujukan kepada yang Maha Esa/Satu (Allah), sebagaimana redaksi verbal dari Qs. 112 yaitu : “Katakanlah (Muhammad), “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”.
  • Maka gerak sistematika numeriknya dibuat terbalik, yaitu dari surat ke. 114 (akhir) menuju ke surat ke 1 (awal). Atau menjadi : Qs. 114 – Qs. 112 – Qs. 1.
  • 114 berjumlah 6 ayat dan Qs. 1 berjumlah 7 ayat. Dengan parameter 4 ayat dari Qs. 112 yang menjadi rumus pemilahan jumlah ayat (Qs. 114 dan Qs. 1), maka selanjutnya : 6 ayat dari Qs. 114 menjadi : 4 + 2, dan jumlah 7 ayat dari Qs. 1 , menjadi : 4 + 3.
  • Sehingga terbentuklah sistematika urutan baru yaitu : 4 + 2, 4, dan 4 + 3.
  • Bukankah ke 5 variabel tersebut ternyata merupakan urutan jumlah rakaat dalam 5 waktu ?. Yakni :
         4 (Isya’) – 2 (Shubuh) – 4 (Dzuhur) – 4 (‘Ashar) dan 3 (Maghrib).

Pembuktian 17 Rakaat Shalat (Melalui Paradigma Numerik Al Qur’an) – 1



Sudah sama-sama diketahui bahwa shalat adalah ritual ibadah fardhu yang diamalkan bagi setiap muslim yang istiqamah dengan Iman dan Islamnya. Jumlah masing-masing rakaat pun dari 5 waktu yang di fardhu kan, telah dilaksanakan dengan penuh khusyu' dan keyakinan. Insya Allah, seluruh amal ibadah tersebut diterima dengan baik oleh Allah swt.

Dalam tulisan ini kami hanya ingin berbagi ilmu dengan mengulas bagaimana terlahirnya masing-masing jumlah rakaat dari 17 rakaat dalam 5 waktu tersebut. Wacana ini tentu sudah banyak disampaikan oleh para ahli agama, dengan kajian verbal Al Qur’an dan Hadist. Namun, mungkin masih sedikit yang mengulasnya dari sisi numerik Al Qur’an. Harus di akui dengan jujur, riwayat hadist shahih tentang bagaimana terlahirnya jumlah masing-masing rakaat tersebut (seandainya ada), ternyata masih sangat minim sosialisasi nya kepada ummat. Bahkan dengan keminiman tersebut, kamipun sampai saat ini, belum berhasil menemukan riwayat shahih yang menjelaskan hal ini secara terperinci. Kecuali, keterangan-keterangan shahih yang menjelaskan tentang waktu-waktu pelaksanaannya saja. Tanpa bermaksud mengabaikan atau mengenyampingkan riwayat shahih yang minim sosialisasinya, dan bukan pula atas dasar keraguan pada keberadaan ritual shalat yang sudah dijalani ummat selama ini, serta sambil berharap dan berusaha mendapatkan referensi shahih tersebut, kami dari pengkaji Al Qur’an melalui pendekatan numerik Al Qur’an, berusaha mencari referensi shahih dan aktualnya dari sang sumber ilmu itu sendiri, Al Qur’an. Sebuah ikhtiar, yang dilandasi oleh keyakinan bahwa memang benarlah adanya Al Quran adalah kitab petunjuk (huda li naas), sumber dari segala sumber ilmu.
Selanjutnya, bila memperhatikan dari sisi redaksi verbal Al Qur’an, ternyata untuk hal ini pun tidak ada penjelasan sama sekali. Tidak ada satupun redaksi verbal (terjemahan) Al Quran yang menjelaskan hal bilangan rakaat dari masing-masing waktu shalat. Nah, berangkat dari di sinilah keingintahuan kami bermula. Karena harus diyakini bersama, bahwa Al Qur’an adalah sumber dari segala ilmu, pastinya untuk hal yang sangat penting seperti jumlah rakaat shalat, tentu ada keterangannya di sana. Kalau tidak ada disisi redaksi verbalnya, mungkin dari sisi numeriknya.
 
Baca selanjutnya