Melanjutkan bahasan sebelumnya,
telah disampaikan bahwa yang dimaksudkan dengan mukjizat syahadat adalah
mukjizat Al Qur’an. Dimana dibalik pesan untuk bersyahadat tersebut, ternyata
tersembunyi pesan untuk mempelajari dan memahami Al Qur’an dalam rangka lebih
meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ke 4 rukun Islam setelahnya
(Shalat, Zakat, Puasa dan Hajj).
Ada sebuah ayat di Al Qur’an yang
sudah demikian familiar dikalangan ummat Islam, yang jelas mendukung
pemahaman tentang korelasi antara Syahadat dan Al Qur’an, yaitu Qs. 29 Al
‘Ankabuut 45 yang merupakan ayat pertama dari juz 21 :
“Bacalah Kitab (al-Quran) yang
telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari
ibadah yang lain). Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat tersebut jelas
mengisyaratkan tentang kedudukan syahadat (membaca, mempelajari dan memahami Al
Qur’an) lebih didahulukan dari rukun Islam yang ke dua (shalat). Dari kalimat Bacalah
Kitab (Al Qur’an) yang telah diwahyukan kepada (Muhammad) dan laksanakanlah
shalat, jelas disini mengisyarakat betapa pentingnya kita mempelajari
dan memahami Al Qur’an, sehingga dengan semakin baiknya tingkat kepahaman kita
akan ilmu Al Qur’an, maka seiring itu pula ilmu tersebut akan menghantarkan
kita kepada tingkat penegakan shalat yang mampu mencegah perbuatan keji dan
mungkar, Insya Allah.
Lebih lanjut, kajian numerik Al
Qur’an tentang Syahadat akan akan membahas beberapa uraian sebagai berikut :
Masjidil Haram sebagai Simbolik dari
Al Qur’an
Telah dipaparkan sebelumnya tentang
Ka’bah adalah merupakan sebuah simbol dari Al Qur’an. Bagaimana dengan Masjidil
Haram ?, karena pada ayat di Qs. 2, Al Baqarah 150, jelas tertera lafadz
Masjidil Haram.
Dihubungkan dengan kalimat syahadat,
yang pengucapannya berulangkali kita lakukan pada saat shalat yaitu ketika
dalam posisi tahyat, dengan serta merta diiringi pula dengan
menegakan/mengangkat jari telunjuk kita, yang tentunya arah tunjuk jari
tersebut akan searah dengan arah kiblat shalat. Cobalah perhatikan bentuk
kepalan tangan kita, pada saat pengucapan syahadat tersebut. Ternyata bentuk
tersebut menyerupai bentuk Masjidil Haram bila dilihat dari arah atas. Seperti
gambar di bawah ini.
Gambar tersebut, adalah visualisasi
Masjidil Haram sebelum terjadinya renovasi besar-besaran belakangan ini. Namun
pada kondisi akhir pun, bentuk dasar seperti di atas masih dipertahankan.
Perhatikanlah bentuk tersebut, bukankah bentuknya menyerupai bentuk kepalan
tangan ketika dalam posisi syahadat pada waktu tahyat? Apakah hanya kebetulan,
ataukah ada pesan tersembunyi di sana?. Berikut adalah analisa numeriknya :
- Sekilas bentuk visualisasi tersebut jelas membentuk salah
satu abjad dalam hijiyah, yakni ajad MIM ( ﻣ ) atau abjad ke 24, atau
lebih jelasnya adalah :
- Artinya, ketika kita bersyahadat (dalam shalat) pada
saat posisi tahyat ternyata memilki konektifitas dengan Masjidil Haram.
Karena baik Masjidil Haram dan bentuk kepalan tangan dengan posisi jari
telunjuk di tegakkan (posisi syahadat) sama-sama berkorelasi dengan huruf
MIM (huruf ke 24). Bagaimana sistematika numeriknya, sehingga
mengisyaratkan bahwa Masjidil Haram pun merupakan sebuah simbolik dari Al
Qur'an.
Berikut penjelasannya :
- Bila angka 24 disubstitusikan menjadi nomor surat
adalah Qs. 24 An Nuur dengan 64 jumlah ayat. Nilai nomor surat ditambahkan
dengan jumlah ayatnya : 24 + 64 = 88.
- Nilai 88 adalah sama dengan nilai numerik pada kata Al
Qur’an (ﺍﻟﻗرﺍﻦ). Atau lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :
Tulisan
Al Quran :
- Sepertinya mulai terlihat, konektifitas antara Masjidil
Haram dan Al Qur’an. Dan perlu di ingat pula bahwa salah satu nama lain
dari Al Qur’an pun adalah An Nuur.
- Nilai 88 yang diperoleh, kembali disubstitusikan
menjadi nomor surat ke 88 yaitu, Al Ghasiyah dengan 26 ayat. Nilai 88 + 26
= 114. Nilai 114 adalah sama dengan jumlah surat di Al Qur’an.
Ternyata dibalik bentuk Masjidil
Haram tersebut mengandung pesan tentang Al Qur’an (simbolik dari Al Qur’an).
Hal ini semakin menegaskan tentang makna dari Qs. 2 Al Baqarah ayat 150 (yang
sudah disampaikan pada tulisan “Mukjizat Al Qur’an” seri pertama), bahwa
“Dan dari mana pun engkau (Muhammad)
keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu),
kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku Sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan
agar kamu mendapat petunjuk.”.
bermakna : dari mana saja kita
keluar dan di mana saja kita berada, selalulah berpedoman pada Al Qur’an.
- Bentuk Masjidil Haram memiliki keterkaitan dengan huruf
Mim (huruf ke 24), dan surat ke 24 adalah An Nuur (Cahaya). Hal ini cukup
membuktikan mengapa penampakan Masjidil Haram dari sebuah satelit di luar
angkasa, terlihat bercahaya walaupun pada saat itu kondisi alam di
Masjidil Haram adalah malam hari. Subhanallah….
- Dengan sebuah uraian pada skema di bawah ini, kembali
ditegaskan tentang makna simbolik dari Masjidil Haram dan Ka’bah adalah
merupakan simbolik dari Al Qur’an :
Setelah mengurai nilai numerik dari nomor surat dan jumlah
ayat Surat An Nuur (24+64=88), yang hasilnya sama dengan nilai numerik kata Al
Qur’an, kali ini adalah penguraian nilai numerik dari 4 huruf hijaiyah pada
nama surat ke 24 (An Nuur) yang menghasilkan nilai 92.
- Surat ke 92 adalah Al Lail (Malam) dengan jumlah ayat
21. Bukankah telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai 21 adalah sama dengan
nilai deret hitung dari 6 atau (1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 = 21) ? dan nilai 6
adalah sama dengan jumlah sisi bangunan Ka’bah. Hal ini juga dapat
menjelaskan mengapa Masjidil Haram tetap terlihat bercahaya (Qs. 24, An
Nuur) pada malam hari (Qs. 92, Al Lail), walau dilihat dari satelit
sekalipun.
- Bermula dari uraian tentang Qs. 24 (An Nuur) yang juga
merupakan nama lain dari Al Qur’an, ternyata di dalamnya terkandung pula
kesetaraan nilai tentang Ka’bah. Kembali dibuktikan disini tentang
konektifitas antara Syahadat - Masjidil Haram – Ka’bah dan Al Qur’an.
Masjidil Haram – Al Qur’an dan
Muhammad saw
Dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah ra
ketika ia ditanya seseorang : “Bagaimanakah akhlak Rasulullah ?”, lantas
ia menjawab “Ini, sambil menunjukkan Al Qur’an”. Memang demikianlah
adanya, sehingga secara menyeluruh bagi ummat Islam, sangat dikenal bahwa Muhammad
saw adalah Al Qur’an yang berjalan.
Bagaimanakah keterkaitan sistematika
numerik Al Qur’annya? Berikut jawabannya :
- Telah dijelaskan di atas bagaimana visualisasi Masjidil
Haram dan bentuk kepalan tangan ketika dalam posisi bersyahadat (pada saat
tahyat) terkoneksi dengan huruf MIM (24).
- Bila ke 2 MIM ini disandingkan dan digunakan
perhitungan matematik yang sedikit berbeda akan terlihat sbb :
- Hasil pertama : dari huruf MIM (24) dengan sistem
penjumlahan (2 + 4) bernilai = 6.
- Dalam nomor urut ke 6 huruf hijaiyah adalah HA : ﺡ
- Hasil ke dua : dari huruf Mim (24) dengan sistem
perkalian (2 x 4) bernilai = 8.
- Dalam nomor urut ke 8 huruf hijaiyah adalah DAL : ﺪ
- Bila digabungkan ke 4 huruf di atas maka akan terbentuk
kata : ﻤﺤﻤﺪ (Muhammad)
- Tentu bukan sebuah kebetulan bukan, mengapa syahadat
rasul yang dimaksud adalah kesaksian kita terhadap kepada Muhammad saw?.
Terlihat sangat jelas keterkaitan antara Masjidil Haram – Muhammad – Al
Qur’an. Dalam qs. 90 Al Balad ayat 1 dan 2 cukup menegaskan hal ini : Aku
bersumpah dengan negeri ini (Mekah) dan engkau (Muhammad), bertempat di
negeri (Mekah) ini.
Khusus dalam kaitan antara huruf
MIM (24) dan Qs. 47 (Muhammad), mari kita cermati terjemah dari Surat ke
47 ayat 24 :
“Maka tidakkah mereka memperhatikan
Al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?”
dan Surat ke 24 ayat 47
Dan mereka (orang-orang munafik)
berkata, “Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul (Muhammad), dan kami
menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling setelah itu.
Mereka itu bukanlah orang-orang beriman.
Semoga kita tidak termasuk dari
golongan-golongan orang di maksud di atas, dimana bilamana hati sudah terkunci,
maka Al Qur’an bukan merupakan suatu hal yang penting lagi, tak perlu dikaji lagi,
tak perlu diperhatikan lagi, bahkan tak perlu di baca lagi. Dan semoga kita
tidak pula termasuk pada golongan orang yang munafik, yang mengaku beriman pada
Allah dan Rasul hanya sebatas lisan saja, namun sikap dan perilaku seorang
muslim yang seharusnya berpedoman pada Al Qur’an, tidak tercermin dalam
hidupnya…
Syahadat dan Shalawat pada Shalat
Setelah kita bersyahadat dalam
shalat (posisi tahyat), dilanjutkan dengan membacakan doa shalawat nabi.
Shalawat tersebut, ditujukan kepada 2 sosok nabi yang ada di antara 25 nabi
yang wajib di imani, yaitu Muhammad saw dan Ibrahim as. Pertanyaannya,
mengapa ke 2 nabi tersebut yang dicantumkan? Mengapa bukan nabi Adam as (nabi
pertama) dan nabi Muhammad saw (nabi terakhir) misalnya. Atau nabi pertama yang
mendapatkan kitab (Musa as / Taurat) dan nabi Muhammad saw (Al Qur’an), atau
kombinasi-kombinasi lainnya. Ada pesan apakah di balik ini semua ? Mari coba
kita mengerti melalui pendekatan numerik Al Qur’an :
- Di Al Qur’an posisi surat Muhammad adalah surat ke
47 dengan 38 jumlah ayatnya.
- Bila dilanjutkan substitusi nilai 38 menjadi nomor
surat yaitu surat Shaad. Surat ini adalah salah satu surat di Al
Qur’an yang nama suratnya diambil dari huruf hijaiyah, yaitu huruf ke 14
(Shaad / ﺹ).
- Selanjutnya kembali dilihat di Al Qur’an, surat ke
14 adalah surat Ibrahim, yang berjumlah 52 ayat.
- Dari uraian di atas cukup menjelaskan mengapa shalawat
pada shalat mengabadikan ke 2 sosok nabi ini. Sebuah pesan menapaktilasi
ajaran ke dua sosok kekasih Allah, yang ke dua nya sama-sama memiki
hubungan yang khas dan khusus dengan Ka’bah dan Masjidil Haram.
- Nilai awal dari paparan di atas yaitu bermula dari
surat 47, bila ditambahkan dengan uraian akhirnya yaitu jumlah ayat dari
surat Ibrahim (52 ayat), menjadi : 47 + 52 = 99.
- Nilai 99 merupakan jumlah ayat dari Qs. 15 (Al Hijr).
Kedua nilai ini kembali dijumlahkan sehingga menjadi 15 + 99 = 114 (jumlah
ayat Al Quran). Untuk kesekian kalinya, pembuktian keterkaitan ini
terulang kembali, mungkin tak perlu di jelaskan lagi, atau untuk lebih
jelasnya paparan tentang sistematika numerik antara Ibrahim - Ka’bah - Al
Hijr - rukun Iman – rukun Islam – Syahadat – Al Qur’an. Ada baiknya
membuka kembali tulisan kami yang pertama (Mukjizat Syahadat).
Demikianlah, paparan singkat tentang
lanjutan tulisan kami sebelumnya (berjudul Mukjizat Syahadat). Kembali dalam
tulisan ini disampaikan betapa posisi rukun Islam pertama yaitu Syahadat
(mempelajari dan memahami Al Quran), memiliki peran yang teramat sangat penting
dalam ke Islaman, sebuah pondasi kokoh yang mampu memperkuat rukun-rukun Islam
setelahnya (Shalat – Zakat - Puasa dan Hajj).
Akhirul kalam, sebagai hamba Allah
yang tidak luput dari khilaf, kritik membangun dan saran serta masukan dari
pembaca, akan menjadi motivasi bagi kami untuk melakukan perbaikan-perbaikan
atas khilaf dan pemahaman kami. Terima kasih, wassalam…
By