Masalah “hati” sepertinya tak akan
kunjung habis pembahasannya. Beberapa sisi pandangpun telah dikemukakan
dengan berbagai asumsi dan dalilnya. Hal ini menunjukkan betapa masalah
“hati” menduduki prioritas yang teramat penting untuk dipahami,
mengingat hal inilah yang merupakan salah satu motorik kehidupan
manusia, mau menuju pada kebaikan kah atau sebaliknya.
Di dalam Al Quran pun penekanan tentang
hati berulang kali ditegaskan, baik dalam konteks kehidupan dunia maupun
akhirat. Hal ini semakin meyakinkan kita, memang benarlah adanya bahwa
masalah “hati” adalah hal yang vital dalam kiprah dan sepak terjang
manusia sebagai KhalifahNya di muka bumi ini.
Khusus dalam konteks memperhatikan Al
Quran, ada sebuah ayat yang menegaskan tentang hubungan hati dengan
kepahaman manusia akan Al Quran, yakni :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci.“ (Muhammad: 24)
Di ayat lain, Allah pun menegaskan bahwa hati manusia terkait pula dengan perolehan dan pencapaian akan petunjukNya :
Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.” (Qs.2-Al Baqarah 97)
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46).
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah Membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah Mengunci pendengaran dan hatinya serta Meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (45-Al Jaatsiyah 23)
Adapun dalam hubungannya dengan azab Allah, ternyata juga dikaitkan dengan hati :
Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat. (Qs. 2-Al Baqarah 7)
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah Menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta. (Qs. 2-Al Baqarah 10)
Masih sangat banyak ayat-ayat lain yang
menegaskan tentang masalah “hati” dengan berbagai konteksnya. Namun
cukuplah kiranya beberapa ayat di atas, dapat meyakinkan kita betapa
urgensinya hal ini. Untuk itu, melalui pendekatan numerik Al Quran, akan dipaparkan beberapa hal yang terkait dengan “masalah hati”.
Pertama : Mari kita
berangkat pembahasan ini dari awal penjelasan turunnya Al Quran di bulan
Ramadhan (Qs. 2-Al Baqarah 185). Mungkin, kisah tentang turunnya Al
Quran pada bulan Ramadhan sudah diketahui secara meluas, baik bagi ummat
Islam maupun tidak. Artinya, secara kaidah sejarah, hal ini sudah
menjadi pengetahuan umum yang secara sederhana dapat dihafal dan
diingat. Namun, apakah kiranya Allah yang sudah “memilih” bulan Ramadhan
(diantara 11 bulan lainnya) sebagai bulan yang tepat untuk
diturunkannya (awal) Al Quran, tidak memiliki maksud dan pesan “khusus”
tersendiri ? Untuk pemahaman yang lebih mendalam, ada perlunya kita
perhatikan ada apa di balik terpilihnya bulan Ramadhan sebagai waktu
yang tepat. Dalam kedudukan nomor urutnya, bulan Ramadhan, adalah bulan
ke 9. Sedangkan, surat ke 9 di Al Quran adalah surat At Taubah (Taubat /
Pembersihan diri). Sudah mulai terlihat di sini, dalam arti waktu
kekinian, ternyata Al Quran, insya Allah, akan “diturunkan”
kepahamannya, melalui sebuah niatan awal bagi pembacanya yang
benar-benar berniat untuk membersihkan diri, bertaubat kepadaNya,
sebagaimana Firman Allah : Katakanlah (Muhammad),
“Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang
telah menurunkan (Al Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah,
membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta
berita gembira bagi orang-orang beriman.” (Qs.2-Al Baqarah 97).
Selain itu, apabila di deret hitungkan
nilai 9 : 1+2+3+4+5+6+7+9 adalah 45. Dan Qs. Ke 45 adalah Al Jaatsiyah,
berserah diri/bertekuk lutut. Sebuah kelumrahan bagi seorang insan yang
bertaubat, tentunya akan bertekuk lutut, bersimpuh menyerahkan segala
urusannya kepada Allah, sebagai wujud taubat atas segala dosa dan
kesalahannya selama ini. Terkait dengan nilai 45, ternyata memiliki
kesamaan nilai numerik dengan kata Juz : ﺟﺰﺀ , Jim = 5, Zai = 11 dan
Hamzah 29, sehingga total seluruhnya, 5 + 11 + 29 = 45. Bukankah pada
bulan Ramadhan (selain puasa), dikaitkan pula dengan bertadarus Al Quran
? Dengan asumsi kesetaraan nilai 30 juz di Al Quran dan jumlah hari
(bulan Ramadhan), jelas sekali sebuah konektifitas antara konsep Juz dan
bulan Ramadhan. Artinya, di dalam ritual bertadarus Al Quran dengan
konsep juz, berhubungan erat dengan nilai-nilai pembersihan diri dan
taubat.
Kedua : Sebuah niat
untuk membersihkan diri dan bertaubat, tentu berangkat dari kesadaran
hati yang mendalam. Sehubungan dengan inilah, maka nilai 9, dalam
konteks anatomi manusia adalah titik anatomi : Hati / Hati Nurani. (khusus
tentang pemetaan titik-titik anatomi manusia akan dijelaskan dalam
materi tersendiri, dalam materi parameter Struktur ‘Ain).
Ketiga : Dengan uraian
di atas, Insya Allah bertambahlah kepamahan kita, bahwa prosesi
pembacaan Al Quran, ternyata berkaitan dengan sebuah kesucian niat untuk
membersihkan diri dan bertaubat. Dengan begitu, Insya Allah, Dia akan ridha
menurunkan hidayah kepahaman, memperbaiki pola fikir dan hati nurani
kita, dalam rangka meraih hidayah pencerahan intelektualitas yang
dilandasi dengan spiritual qurani yang kokoh. Demi menjadi insan yang
selalu dekat denganNya.
Keempat : Bila
diperhatikan Pintu Ka’bah, bentuk grendel pembuka pintunya berbentuk 2
buah gambar hati. Selain itu simbol tersebut juga berbentuk tulisan dua
buah angka lima (5 dan 5) dalam tulisan Arab. Bila dikaitkan sebuah
simbol pintu dengan gambar hati dan angka 55, akan diperoleh sebuah
pesan penting tentang Rahman Allah atas Ilmu Al Quran, yaitu dalam
rangka meraih Ar Rahman ((Maha Pengasih)-Surat ke 55 adalah Ar Rahman),
perlu di awali dari pintu kesadaran yang bertolak dari kesucian niat di
hati. Sehingga misteri ilmu Al Quran (karena Ka’bah adalah merupakan
simbol dari Al Quran), Insya Allah, akan diperkenankan turun
kepahamannya kepada hamba-hambaNya yang istiqamah membaca dan
mempelajari dengan kesucian hatinya.
Gambar pintu Ka’bah :
Kelima : Dalam konteks
nilai 9 (hati nurani) dan 45 (nilai numerik juz), di bawah ini akan
disampaikan lebih jauh tentang penjabaran nomor-nomor surat dan ayat
yang terkandung pada masing-masing juz (30 juz), dimana dengan
nilai-nilai yang terkandung dari nomor surat dan ayatnya, dapat menjadi
rujukan dalam pembentukan 30 macam bentuk Grafik Hati.
Namun sebelumnya, perlu dibahas terlebih dahulu ayat yang mendukung terbentuknya sistem grafik ini yaitu :
Ayat Pertama :
“Pada hari ketika kamu melihat orang
mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka,: “Pada hari ini ada berita gembira
untukmu, surga yang mengalir di bawahnya sungaisungai yang kamu kekal
di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak” (Qs. 57-Al Hadiid 12).
Penjelasan :
Kata laki¬laki sebagaimana bunyi ayat di
atas bila dilihat dari kacamata biologi, dapat disimbolkan dengan notasi
”x”, dan perempuan disimbolkan dengan notasi ”y”. Selanjutnya bila
kedua notasi tersebut dikonversikan ke dalam grafik matematika maka
notasi x (laki¬laki) adalah sebagai sumbu x dan notasi y (perempuan)
sebagai sumbu Y. Sedangkan kata “cahaya mereka bersinar” dapat dimaknai
sebagai titik koordinat dari kedua sumbu tersebut.
Adapun untuk mendapatkan nilai dari dua
sumbu (X dan Y) tersebut akan diperoleh dari unsur-unsur numerik yang
terdapat di Al Qur’an, seperti nomor surat, nomor ayat, nomor ‘ain, dll.
Unsur¬unsur tersebut bila dikelompokkan,
atas dasar kategori tertentu yaitu Juz, Surat, ‘Ain atau pengelompokan
data numerik Al Qur’an lainnya, maka pada akhirnya akan membentuk
visualisasi grafik yang memperjelas arti dan maksud serta tujuan dari
data / pengelompokan tersebut.
Ayat Kedua :
“Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan
apakah Tuhanmu tidak cukup bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu?” (Qs. 41-Hamin As Sajdah 53).
Penjelasan :
Ayat pada QS 41;53 menjelaskan bahwa
keberadaan ayat¬ayat Allah mencakup tiga hal yaitu : Alam (ufuk), Diri
sendiri (manusia) dan Al Qur’an. Dalam metode pembetukan grafik, pada
akhirnya akan membentuk sebuah visualisasi ayat-ayat alam (kauniyah).
Dengan begitu, insya Allah dengan visualisasi tersebut, akan lebih
memudahkan kita dalam memahami pesan-pesan tersembunyi di Al Qur’an.
Artinya, dengan memperhatikan nilai-nilai numerik pada ayat¬ayat kauliah
(Al Qur’an) kemudian dikoneksikan dengan ayat¬ayat Allah di alam dan di
diri manusia (ayat kauniah), melalui visualisi grafiknya, akan semakin
membuktikan tentang hubungan yang erat dan interaktif antara Alam,
Manusia dan Al Quran dan semakin jelaslah bahwa Al Qur’an itu adalah
benar.
Ada sebuah rumus bantuan untuk dijadikan sebuah rujukan, yaitu dari ayat : Qs. 93-Adhuha 4, “dan sungguh, yang kemudian (akhir) itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan”. Dari ayat ini, bila dihubungkan dengan metode ilmiah matematika, ternyata berhubungan dengan sebuah metode pengurutan, dari urutan akhir ke urutan awal (Descending) dan sebaliknya urutan awal ke urutan akhir Ascending. Dengan acuan rumus inilah, kemudian kelompok data numerik pada setiap juz diurutkan dengan dua metode (Ascending dan Descending)
atau sebuah sistem pencerminan. Setelah itu, dengan bantuan software
Ms-Excel, nilai-nilai numerik yang diperoleh, dikonversikan kedalam
bentuk grafik Radar, yang pada akhirnya akan menjadi sebuah bentukan
Gambar Hati.
Berikut ini adalah bentukan visuaslisasi grafik Al Quran (dari nilai-nilai numerik 30 juz) yang membentuk gambar hati.
Keenam : Perlu kiranya dalam hal ini, ditambahkan pula beberapa hadist yang berhubungan dengan betapa pentingnya masalah “hati” :
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh
terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik,
dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah
hati/qolbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Sungguh, hati anak Adam itu sangat (mudah) berbolak-balik dari-pada bejana apabila ia telah penuh dalam keadaan mendidih.” (HR. Ahmad).
“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat
kepada rupa kalian dan harta kalian, akan tetapi Allah hanya melihat
kepada Qolbu/hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
“Wahai hamba-hamba-KU, seandainya
seluruh makhluk diantara kalian dari awal sampai akhir, memiliki sebaik –
baik qolbu/hati manusia (qolbu/hatinya Nabi SAW), maka hal itu tidak
menambah kekuasaan-KU sedikitpun. Wahai hamba-hamba-KU, seandainya
seluruh makhluk diantara kalian dari awal sampai akhir, memiliki seburuk
– buruk qolbu/hati (qolbu/hatinya Iblis), maka hal itu tidak mengurangi
kekuasaan-KU sedikitpun.” Hadits qudsi, dari Abu Dzar Al Ghifari R
“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba, sebelum istiqomah qolbu/hatinya.” (HR. Ahmad)
“Tidaklah dinamakan qolbu/hati karena
ia (selalu) ‘Taqollub’ (berbolak – balik/ berubah – ubah). Perumpamaan
hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan
oleh angin.” (HR. Ahmad)
“Fitnah tersodorkan ke dalam qolbu
seperti ternodanya tikar sehelai demi sehelai. Qolbu mana saja yang
menyerap fitnah itu, maka qolbu itu akan ternoda dengan noda hitam, tapi
Qolbu mana saja yang mengingkari fitnah itu, maka qolbu itu akan tetap
dalam keadaan putih sampai qolbu itu akan kembali ke 2 macam hati.”
Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,
“Wahai Kumail bin
Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati
yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah
baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3
kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang
terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan
keselamatan. Orang yang tidak berguna, dialah seorang yang mengikuti
setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang
tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin
bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada
pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).
No comments:
Post a Comment